Ditolak di Negeri Sendiri, Berjaya di Luar Negeri. Penelitian Ampas Teh Hitam Daning Mendapat Penghargaan Internasional

Ewi Ratih Ayu Daning, mahasiswi Fakultas Peternakan UGM menorehkan prestasi yang membanggakan di tingkat internasional dengan berhasil menjadi juara dalam Alltech Young Scientist yang diselenggarakan oleh Alltech.
Prestasinya tersebut diraihnya berkat penelitian mengenai pemanfaatan limbah teh hitam sebagai agen defaunasi terhadap reduksi gas metan pada fermentasi rumen dalam mendukung peternakan ramah lingkungan.
“Dalam penelitian ini saya mencoba mengembangkan pemanfaatan limbah teh hitam dari Gambung Jawa Barat di pusat penelitian teh dan kina yang digunakan untuk menurunkan produksi gas metan hasil fermentasi ternak sapi perah atau sapi potong. Hasilnya adalah bisa meningkatkan produksi ternak,” terangnya.

Ampas teh hitam yang biasanya dibuang begitu saja, di tangan mahasiswi kelahiran Malang, 11 Desember 1988 ini, menjadi barang berguna. Ampas teh ternyata dapat mengurangi gas metana, polutan yang menyumbang 30 persen rusaknya lapisan ozon. Gas yang menyebabkan pemanasan global itu terkandung dalam kotoran sapi, kambing, dan kerbau.
Limbah teh hitam tersebut, tambahnya, digunakan sebagai campuran dari makanan sapi yakni rumput raja dan dedak halus. Selain dapat meningkatkan produktivitas ternak, makanan sapi tersebut juga menjadi ramah terhadap lingkungan.
Daning mengemas ampas teh sebagai campuran pakan ternak. Menggunakan proses fermentasi, mahasiswi Jurusan Nutrisi dan Makanan UGM, ini menguji formulanya di Laboratorium Biokimia Nutrisi Fakultas Peternakan untuk menekan kadar metana yang diproduksi ternak.
Proses itu meniru fermentasi yang ada dalam perut hewan ternak. Dengan bantuan jasad renik, protozoa, fermentasi menghasilkan metana. Daning menilai senyawa di dalam ampas teh hitam, tanin, mampu menghambat metabolisme protozoa.
“Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan teh hitam dalam pakan ternak dapat menurunkan jumlah protozoa diikuti penurunan produksi gas metan namun tidak berpengaruh pada pada kadar protein mikrobia. Secara sederhana ini dapat meningkatkan produktivitas peternakan,” jelasnya.
Tanin membuat jumlah protozoa menurun sebesar 34,9 persen. Dampaknya, konsentrasi metana dalam kotoran berkurang hingga 62,4 persen. “Bau tak sedap kotoran yang menyengat juga akan hilang,” ujar putri dari Sutedjo dan Nurhayati ini.
Daning tak menyangka penelitian skala laboratoriumnya itu mendapat apresiasi dari Alltech, perusahaan bidang nutrisi hewan ternak yang bermarkas di Lexington, Kentucky, Amerika Serikat.
Dia terpilih sebagai The 1st Place Undergraduate Country Winner for Indonesia dengan menyisihkan 80 kandidat. Selanjutnya pada bulan Februari lalu ia bersaing di tingkat Asia Pasifik sukses menyabet The 1st Place Undergraduate Regional Winner for Asia Pasific mengalahkan 1.000 kandidat se-Asia Pasifik. Berkat keberhasilan tersebut, Daning melaju di tingkat dunia.
Pada kompetisi Alltech Young Scientist Award, yang digelar bersamaan dengan Alltech’s 26th International Animal Health and Nutrition Symposium pada 16-19 Mei 2010 di Kentucky, Daning meraih gelar juara kedua.
Gadis 22 tahun itu bersaing dengan 4 peserta yang mewakili Amerika Utara, Amerika Latin, Eropa, dan Afrika. Dalam kompetisi itu, Lee-Anne Huber dari University of Guelph, Kanada, yang mewakili Amerika Utara, meraih gelar juara pertama.

Pada Awalnya…
Gelar dan penghargaan itu membuat Daning kaget karena penelitian tersebut sebelumnya tidak lolos seleksi Pekan Kreativitas Mahasiswa, yang digelar Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional, tahun 2009. “Dinilai terlalu sederhana,” katanya.
Meski ditolak di kompetisi dalam negeri, Daning tak merasa sakit hati. Dia coba mendaftar kompetisi Alltech setelah mendapat saran dari dosen pembimbing, Profesor Lies Mira Yusiati. Daning diminta agar penelitiannya lebih spesifik, yaitu melihat pengaruh ampas teh hitam terhadap produksi gas metana dalam pencernaan hewan ternak.
Hambatan mulai ada. Daning kehabisan dana penelitian. Dana dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sebesar Rp 5 juta telah habis untuk kompetisi lokal. Akhirnya dia merogoh tabungan dari beasiswa yang kerap ia dapatkan. Pengorbanannya tergantikan oleh hadiah dari Alltech sebesar US$ 1.300. “Saya belikan laptop dan untuk bayar wisuda,” katanya semringah.
Daning memang sedang mengerjakan skripsi untuk meraih gelar sarjana peternakan. Dia menggunakan penelitiannya itu sebagai bahan skripsi. Meski telah diuji dan mendapat penghargaan dari Alltech, Daning tetap resah menghadapi ujian skripsi 1 Juli 2010. “Deg-degan menghadapi dosen penguji,” ujarnya.
Daning memang menggemari dunia penelitian. Saat masih sekolah menengah atas, Daning pernah mengikuti kompetisi bidang farmasi. “Sayang tidak juara,” ujarnya. Meski dinilai jago dalam peternakan, Daning mengakui bidang ini bukan keinginannya. Dia lebih menyukai jurusan farmasi dan gizi kesehatan. Tetapi, menurut guru SMA, kemampuan Daning dinilai kurang untuk masuk dua jurusan itu.
Tapi Daning tak menyesal masuk di fakultas itu. “Apalagi mendapat penghargaan,” ujar dia. Kini Daning berniat menjadi dosen di almamaternya. Untuk mewujudkan cita-citanya itu, Daning harus menempuh pendidikan strata 2. Lagi-lagi dia terkendala dana. “Orang tua tidak mampu,” katanya. Maka Daning memutuskan mencari pekerjaan lain. “Butuh suasana baru.”
Meski kerap beraktivitas dalam penelitian, Daning menyimpan keprihatinan. Menurut dia, banyak hasil penelitian yang tidak bisa dipraktekkan di lapangan. Kondisi ini yang mengakibatkan peternakan di Indonesia tidak maju. Daning menilai, masyarakat yang bekerja di bidang peternakan kesulitan mewujudkan peternakan modern. “Butuh biaya besar,” ujarnya.
Kesulitan biaya oleh peternak kecil dialami sendiri oleh Daning. Ayahnya, Sutedjo, adalah petani, peternak, dan kadang berdagang. Di rumah, Sutedjo bekerja menggemukkan tiga ekor sapi. Daning pernah menyarankan ayahnya membuat pakan ternak racikannya. Awalnya dituruti, tapi lama-lama saran itu tidak dijalankan lagi. “Harganya mahal,” katanya.